Asyiknya Melejitkan Talenta Riset Siswa

Minggu, 5 Desember 2021 08:45 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melejitkan talenta siswa di bidang riset sungguh mengasyikkan. Jujur, pada sebagian siswa, riset masih diidentikkan dengan dunia ilmiah yang berat dan serius. Riset dipandang sebagai dunianya para saintis maupun para researcher. Persepsi yang demikian, imbasnya membuat siswa kurang familier dan enggan berinovasi lewat riset. Tak ayal, siswa yang sejatinya punya talenta di bidang riset, akhirnya tetap ‘tiarap’ di balik bangku-bangku sekolah. Berawal dari sinilah melejitkan talenta siswa dalam bidang riset menjadi mengasyikkan. Melejitkan talenta siswa dalam bidang riset, sejatinya merupakan aktivitas yang sarat dengan penerapan gagasan merdeka belajar yang digelindingkan Mas Menteri, Nadiem Makarim. Mengapa?

Asyiknya Melejitkan Talenta Riset Siswa

Para siswa ini benar-benar inovatif. Betapa tidak. Meski berstatus pelajar SMA/MA, mereka mampu membuat inovasi di bidang sains dan rekayasa teknologi yang sangat solutif. Ada siswa berinovasi mengembangkan torpedo-shape ROV untuk melestarikan terumbu karang. Ada pula yang membuat alat penyeleksi suara burung dengan metode machine learning, membikin alat pendeteksi gejala sapi gila hingga mengembangkan smart alarm pendeteksi kerumuman yang teridentifikasi pelanggar physical distancing pandemi Covid-19.

Di bidang sosial humaniora, karya siswa juga tak kalah inovatif. Ada yang meneliti upaya penurunan stress siswa menggunakan autonomous sensory meridian response. Ada pula penelitian tentang ekologi sosial masyarakat dalam mengelola ladang dan hutan. Penelitian lainnya terkait solusi menyelamatan laut melalui save the ocean podcast, aplikasi eduseks pencegah pernikahan dini, hingga penelitian tentang urban farming kolong jembatan.

Sejumlah karya inovatif itu merupakan sebagian dari 175 riset karya siswa yang lolos menjadi finalis KoPSI (Kompetisi Penelitian Siswa Indonesia) tahun 2021. Kompetisi ini dihelat Puspresnas (Pusat Prestasi Nasional), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Karya inovasi para pelajar ini dikelompokkan dalam tiga bidang, yaitu matematika, sains dan teknologi (MST), fisika terapan dan rekayasa (FTR) dan ilmu sosial humaniora (ISH).

Sebagai guru pembimbing yang ikut ambil bagian dari perhelatan KoPSI, saya sangat terkesima menyaksikan karya inovatif siswa yang dipamerkan secara virtual di Expo KoPSI. Yang bikin terkeseima tentu bukan semata karya inovatifnya yang luar biasa. Tetapi, upaya siswa dalam berproses mengembangkan talenta riset hingga menghasilkan produk karya inovatif, itulah sejatinya yang bikin terkesima dan bangga.

Inovasi siswa yang dikompetisikan dalam ajang bergengsi level nasional ini tentu bukan karya instan. Pasalnya, sebelum menyelesaikan proyek inovatifnya, siswa diharuskan menyusun proposal penelitian. Yang memenuhi kriteria, proposal siswa mendapatkan review dewan juri. Para juri merupakan pakar yang berasal dari berbagai perguruan tinggi ternama di tanah air.

Dari review dan masukan juri, selanjutnya siswa berproses menggarap proyek riset dibimbing guru sekolahnya. Meski begitu, proses pembuatan karya inovatif tidak akan gampang dikelabuhi dengan cara ‘kaleng-kaleng’ yang mengabaikan integritas dan etika ilmiah.  Pasalnya, untuk memastikan orisinalitas karya siswa, dewan juri juga melakukan pengujian melalui pameran, presentasi maupun melalui sesi tanya jawab dengan para finalis KoPSI.

Mengasyikkan

Melejitkan talenta siswa di bidang riset sungguh mengasyikkan. Jujur, pada sebagian siswa, riset masih diidentikkan dengan dunia ilmiah yang berat dan serius. Riset dipandang sebagai dunianya para saintis maupun para researcher. Persepsi yang demikian, imbasnya membuat siswa kurang familier dan enggan berinovasi lewat riset. Tak ayal, siswa yang sejatinya punya talenta di bidang riset, akhirnya tetap ‘tiarap’ di balik bangku-bangku sekolah.

Berawal dari sinilah melejitkan talenta siswa dalam bidang riset menjadi mengasyikkan. Dalam konteks ini, sebagai guru, kita harus mengawalinya dengan ‘mencairkan’ persepsi siswa tentang riset. Maka, untuk memikat siswa agar tergiur dengan dunia riset, guru bisa melakukannya dengan bercerita tentang kisah-kisah inspiratif dari inovasi-inovasi yang dihasilkan para young researcher. Bisa pula, sang guru mengajak siswa berselancar di dunia youtube untuk menonton bagaimana para inovator belia berproses menghasilkan invention  karya risetnya.

Tak cukup hingga disitu asyiknya guru dalam mempersuasi siswanya agar ‘jatuh hati’ pada dunia riset. Secara pelan tapi pasti, kita sebagai guru juga berupaya membangun tradisi riset di sekolah. Nggak usah dimaknai yang idealis dan muluk. Membangun tradisi riset dalam konteks ini, intinya hanyalah menciptakan iklim di sekolah yang memfasilitasi dan membiasakan siswa untuk berinovasi melalui karya riset. Gitu saja simpelnya.

Nah, ini yang tak kalah mengasyikkan. Ketika tradisi riset sudah mulai tertanam di sekolah, ketika itu pula siswa yang merasa punya talenta akan berbondong-bondong untuk berkiprah dalam dunia riset. Apalagi, di antara siswa di sekolah itu, akhirnya terbukti ada yang go nasional atau go internasional lewat prestasi riset.  Sekolah bisa kewalahan memfasilitasi siswa yang ingin mengembangkan talenta risetnya. Mengasyikkan sekali.

Sarat Merdeka Belajar

Melejitkan talenta siswa dalam bidang riset, sejatinya merupakan aktivitas yang sarat dengan penerapan gagasan merdeka belajar yang digelindingkan Mas Menteri, Nadiem Makarim. Mengapa? Pertama, berproses dalam riset merupakan aktivitas menyenangkan. Pasalnya, dalam menyelesaikan proyek karya inovatif, siswa tidak melakukannya dengan duduk manis di bangku-bangku  ruang kelas yang terkadang menjemukan. Siswa juga tidak diposisikan ibarat botol kosong yang siap diisi air oleh sang guru melalui perlakukan proses pembelajaran konvensional : duduk, dengar, catat dan hafal (DDCH).

Akan tetapi, dalam konteks ini, siswa  akan lebih banyak beraktivitas di luar kelas. Bahkan, untuk mengerjakan proyek risetnya, siswa juga harus berpetualang melalui aktivitas adventure yang mengasyikkan dan menyenangkan. Entah itu berpetualangan di laboratorium, menjelajah alam hingga berpetualang menyusuri aneka kehidupan masyarakat. Jelas ini sebuah proses pembelajaran enjoyfull learning selaras dengan semangat merdeka belajar.

Kedua, melejitkan talenta riset siswa pada dasarnya menginisiasi, memfasilitasi dan menginspirasi siswa untuk melakukan pengalaman belajar melalui pendekatan inquiry based learning.  Dengan demikian, aktivitas ini sangat mendorong siswa belajar secara mandiri untuk menemukan sendiri pengetahuan yang dibutuhkan. Bagi siswa, ini merupakan pengalaman belajar seru dan menantang sebagai wujud dari merdeka belajar.

Setidaknya, keseruan ini terpantul sejak siswa melakukan penggalian ide yang akan dijadikan proyek riset. Dalam kaitan ini, siswa harus mencermati dan mencari inspirasi dari persoalan-persoalan kehidupan di sekitarnya yang membutuhkan problem solving. Keseruan ini akan berlanjut ketika siswa melakukan aktivitas pengumpulan data, analisa data, membuat kesimpulan, hingga seru saat mempresentasikan hasil karya risetnya.

Ketiga, berproses dalam riset untuk menghasilkan karya inovatif merupakan implementasi riil dari pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis dan analitis melalui serangkaian proses mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Nah, untuk menghasilkan karya inovatif, mau tidak mau, siswa harus melakukan rangkaian scientific approach ini dalam konteks aktivitas risetnya.

Keempat, dalam berproses menggarap proyek riset yang menghasilkan luaran karya inovatif, disitu sangat sarat dengan pengembangan berbagai karakter, skill dan kemampuan berpikir siswa yang dikembangkan dalam keseharian di sekolah. Lihatlah, ketika siswa mengangkat tema yang dijadikan masalah penelitian. Ini merupakan bagian dari pengembangan karakter kreatif. Dalam hal ini, siswa harus berpikir outside of the box sehingga mampu menemukan tema karya inovasi yang unik, punya kebaharuan, dan solutif untuk pemecahan permasalahan di masyarakat.

Begitu pula dalam kaitan pengembangan skill. Sebuah karya inovatif pasti menuntut siswa menguasai sejumlah ketrampilan. Misalnya, ketrampilan dalam mengolah dan menganalisa data penelitian. Tak hanya itu. Siswa juga dituntut menguasai ketrampilan dalam mempresentasikan hasil inovasinya dalam bentuk komunikasi lisan dan tertulis, visualiasi melalui poster, video dan sejenisnya.

Yang tak kalah urgen, dalam berproses mengembangkan talenta di bidang riset, siswa juga mengaplikasikan berbagai kemampuan berpikir. Mulai kemampuan berpikir sederhana hingga kemampuan berpikir tingkat tinggi alias higher order thinking skills (HOTS). Bahkan, dalam berproses di bidang riset, siswa juga menerapkan kemampuan literasi maupun numerasi yang kini tengah digelindingkan dalam jagad pendidikan.

Mainkan Talenta Siswamu!

Kalaupun kini sekolah-sekolah belum mampu melejitkan telenta riset siswanya, itu bukan berarti tidak ada siswa yang punya talenta emas. Boleh jadi, talenta emas itu kemungkinan belum terendus dan masih ‘tiarap’ di balik bangku-bangku sekolah. Karena itu, agar talenta emas siswa di bidang riset tidak ‘tiarap’ terus, ayo bergerak serentak : Mainkan talenta riset siswamu!

Jujur, sebagai guru, terkadang kita abai dengan talenta terpendam yang ada pada diri siswa. Salah satunya, itu karena guru terkadang terlalu “serius” memosisikan peran sebagai pengajar semata. Sementara, peran guru sebagai pendidik, fasilitator maupun inspirator dalam melejitkan talenta siswa, porsinya sangat minim atau bahkan kurang peduli sama sekali.  

Pinjam istilahnya Rhenald Kasali (2007), guru semacam ini dikategorikan sebagai sosok guru kurikulum. Yaitu, guru yang mengajar semata hanya untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Mereka tak banyak memberikan sentuhan untuk memoles talenta terpendam pada diri siswa.

Padahal, sebagai guru seharusnya juga memosisikan diri sebagai sosok yang disebut Rhenald Kasali sebagai guru inspiratif. Yaitu, guru yang tidak hanya mengejar tuntutan kurikulum, tetapi juga mengajak siswanya berfikir kreatif (maximum tihinking). Alhasil, dari sosok guru-guru seperti inilah talenta emas siswa yang terpendam dan 'tiarap'  di balik bangku-bangku sekolah bakal melejit. 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pendidikan

img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pendidikan

Lihat semua